TITRASI ARGENTOMETRI
I. TITRASI ARGENTOMETRI
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).
Titrasi pengendapan adalah titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasar titrasi pengendapan adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah :
a. Temperatur, kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur.
b. Sifat pelarut. Garam anorganik lebih larut dalam air, berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.
c. Efek ion sejenis. Kelarutan endapan dalam air berkurang, jika larutan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan.
d. Efek ion-ion lain. Endapan berrtambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan.
e. Pengaruh pH. Larutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.
f. Pengaruh hidrolisis. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H+), kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.
g. Pengaruh kompleks. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi antara lain:
1. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halide seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hampir berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N dan 0,05 N.
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi :
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi :
2Ag+(aq) + CrO42-(aq) Ag2CrO4(s)
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) 2AgOH(s) Ag2O(s) + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah ion CrO42- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi :
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) Cr2O72- + H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.
Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara local akan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian, akibatnya ialah bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
2. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titran, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titran dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih)
Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah).
SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrannya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali. Pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu ditititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titran selain dengan bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX.
Ag+(aq) (berlebih) + X-(aq) AgX(s)
Ag+(aq) (berlebih) + SCN-(aq) (titran) AgSCN(s)
SCN-(aq) + AgX(s) X-(aq) + AgSCN(aq)
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titran yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titran bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida. Perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain. Penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
3. Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi adalah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut : indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFI saja).
HFI(aq) H+(aq) + FI-(aq)
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak jelas, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan kata lain setelah sedikit kelebihan titran (ion Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+, maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan FI- bermuatan negatif maka FI- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-, menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titran yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+, jadi koloid menjadi netral. Setetes titran kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ yang diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion FI- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasarkan ketiga macam perubahan di atas, yaitu :
a. Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal.
b. Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih.
c. Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus bisa terbentuk dengan cepat.
No comments:
Post a Comment